Seberapa
besarkah kebutuhan kita kepada hidayah? Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
menjelaskan setidaknya ada 10 alasan yang melatarbelakangi doa yang senantiasa
kita panjatkan dalam sholat kita. Yaitu doa meminta hidayah. Beliau memaparkan:
Barangsiapa
yang mencermati segala kerusakan yang menimpa alam semesta secara umum maupun
khusus, niscaya dia akan menemukan bahwa itu semua muncul dari dua sumber utama
ini (yaitu akibat kelalaian dan memperturutkan hawa nafsu, pent).
Adapun kelalaian, maka ia akan menghalangi seorang
hamba dari mengetahui kebenaran sehingga membuatnya tergolong orang yang sesat.
Adapun memperturutkan hawa nafsu akan
memalingkannya
dari mengikuti kebenaran sehingga membuatnya termasuk golongan orang yang
dimurkai. Sedangkan orang yang dikaruniai nikmat itu adalah orang-orang yang
diberi anugerah ilmu tentang kebenaran dan ketundukan untuk melaksanakannya
serta mendahulukan hal itu di atas selainnya. Mereka itulah orang-orang yang
berada di atas jalan keselamatan. Adapun selain mereka adalah orang-orang yang
berada di atas jalan kehancuran.
Oleh sebab
itulah Allah memerintahkan kita untuk mengucapkan setiap sehari semalam
berkali-kali, “Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladzina an’amta
‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim wa lad dhaalliin.” Artinya: “Tunjukilah
kami jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat atas
mereka. Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya
orang-orang yang sesat.” (QS. al-Fatihah: 5-7)
Karena
sesungguhnya seorang hamba sangat-sangat membutuhkan pengetahuan terhadap apa
saja yang bermanfaat baginya dalam kehidupan dunia dan akheratnya. Sebagaimana
dia juga sangat-sangat membutuhkan keinginan yang kuat sehingga bisa
mendahulukan urusan yang bermanfaat baginya itu serta sebisa mungkin menjauhi
segala hal yang membahayakan dirinya.
Dengan
terkumpulnya kedua perkara ini maka sungguh dia telah mendapat petunjuk menuju
jalan yang lurus itu. Apabila dia kehilangan ilmu tentangnya maka dia akan
menempuh jalan orang-orang yang sesat. Dan apabila dia kehilangan tekad dan
keinginan untuk mengikutinya maka dia telah menempuh jalan orang-orang yang
dimurkai. Dengan begitu bisa diketahui betapa agung kedudukan doa ini dan
betapa besar kebutuhan hamba terhadapnya, karena kebahagiaan hidup di dunia dan
akherat semuanya tergantung pada hal ini.
Setiap hamba
senantiasa membutuhkan hidayah dalam setiap waktu dan tarikan nafas, dalam
segala urusan yang dia lakukan atau pun dia tinggalkan, karena sesungguhnya dia
berada di antara berbagai keadaan yang dia pasti diliputi olehnya:
Pertama, hal-hal yang telah dia lakukan
akan tetapi tidak mengikuti petunjuk akibat kebodohannya, maka dalam keadaan
ini dia butuh untuk mencari hidayah kepada kebenaran dalam hal itu.
Kedua, dia sudah mengetahui hidayah dalam
masalah itu, akan tetapi dia sengaja melanggarnya, maka dalam keadaan ini dia
butuh untuk bertaubat dari kesalahannya.
Ketiga, hal-hal yang memang tidak
diketahuinya baik ilmu maupun amalan yang benar padanya, sehingga dia pun
kehilangan hidayah untuk mengilmui sekaligus mengamalkannya.
Keempat, hal-hal yang memang dia telah
memperoleh sebagian hidayah dalam urusan itu akan tetapi belum sempurna, maka
dia butuh untuk mendapatkan hidayah yang sempurna padanya.
Kelima, hal-hal yang dia telah mendapatkan
hidayah terhadap pokok kebenaran dalam hal itu secara global saja, maka dia pun
masih membutuhkan hidayah terhadap rincian-rinciannya.
Keenam, dia telah mendapatkan hidayah
‘menuju’ jalan yang lurus itu, maka dia pun masih membutuhkan hidayah untuk bisa
berjalan ‘di atasnya’. Karena hidayah ‘menuju’ jalan itu lain, sedangkan
hidayah ‘di atas’ jalan itu sesuatu yang lain lagi. Bukankah anda bisa melihat
bahwasanya seseorang bisa jadi telah mengetahui bahwa jalan menuju negeri
anu adalah jalan ini dan itu. Meskipun demikian dia tidak sanggup untuk
menempuhnya. Karena untuk bisa menempuh jalan itu masih memerlukan hidayah yang
lebih khusus lagi untuk bisa berjalan di atasnya. Seperti misalnya dengan
melakukan perjalanan di waktu ini bukan di waktu yang itu, kemudian mengambil
air di jarak sekian dengan jumlah sekian, lalu singgah di tempat ini bukan di
tempat yang itu. Inilah hidayah yang dibutuhkan untuk bisa menempuh jalan itu
yang terkadang diabaikan oleh orang yang sudah mengetahui jalan tersebut, sehingga
dia pun gagal dan tidak berhasil mencapai tujuan.
Ketujuh, dia juga membutuhkan hidayah untuk
hal-hal yang terkait dengan masa depannya sebagaimana yang dia dapatkan pada
waktu yang telah berlalu.
Kedelapan, perkara-perkara yang dia tidak
bisa meyakini apa yang benar dan batil dalam hal itu, oleh sebab itu dia masih
membutuhkan hidayah kepada keyakinan yang benar di dalamnya.
Kesembilan, perkara-perkara yang telah
diyakini olehnya bahwa dia berada di atas petunjuk akan tetapi sebenarnya dia
berada di atas kesesatan dalam keadaan tidak menyadarinya. Dengan demikian dia
membutuhkan hidayah dari Allah untuk bisa meninggalkan keyakinan tersebut.
Kesepuluh, hal-hal yang telah dia lakukan
sebagaimana hidayah yang sebenarnya, maka dia pun masih membutuhkan hidayah
untuk bisa berbagi hidayah itu kepada selainnya, agar bisa membimbing dan
mengarahkannya. Karena apabila dia melalaikan hal itu niscaya dia akan
kehilangan hidayah sekadar dengan kelalaiannya tadi. Sesungguhnya balasan itu
serupa dengan jenis amalan. Semakin dia berjuang dalam memberikan hidayah dan
ilmu kepada orang lain maka semakin besar perhatian Allah dalam memberikan
hidayah dan ilmu
kepada dirinya, sehingga dia akan bisa menjadi orang yang mendapat hidayah dan
menyebarkannya.
Hal itu
sebagaimana dalam doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi dan selainnya, “Ya Allah, hiasilah kami dengan
perhiasan iman, dan jadikanlah kami orang yang memberikan hidayah dan terus
diberi hidayah, tidak sesat dan tidak pula menyesatkan. Mendatangkan
keselamatan kepada wali-wali-Mu dan memerangi musuh-musuh-Mu. Dengan cinta-Mu
Kami mencintai orang yang mencintai-Mu. Dengan permusuhan-Mu kami akan memusuhi
siapa saja yang menentang-Mu.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab ad-Da’awat sanadnya
dilemahkan Syaikh al-Albani, tetapi sisi pendalilan dari hadits
ini didukung oleh hadits
yang lain)
No comments:
Post a Comment
kalo kamoe-kamoe tertarik, kasih dong komentar....