Waktu, menurut etimologi adalah saat, masa, jadwal, jarak satu masa ke masa yang lain, dan mungkin masih banyak sinomimnya. Tapi yang pokok dalam perbincangan kita ini bukan pada pengertian waktu dilihat dari sisi etimologi atau arti menurut kebahasaannya melainkan dari pengertian kepentingan waktu untuk kehidupan manusia.
Tak bisa kita raba fisiknya , seperti apakah waktu lantaran dia adalah sesuatu yang tidak teraba, tetapi hanya dapat dirasakan. Jika waktu adalah jarak terpendek pergitungan lamanya suatu proses, maka waktu dapat kita rasakan dengan melihat jam. Ada hitungan detik, menit dan jam yang secara matematis merupakan kelipatan-kelipatan satuan. Setiap satu menit maka terdapat enam puluh getaran detik, setiap enam puluh menit menghasilkan putaran satu jam.
Waktu untuk yang lebih lama dari hitungan jam dapat kita rasakan saat membalik kalender. Setiap 24 kali putaran jarum pendek arloji akan menghasilkan satu kali matahari terbenam dan satu kali mata hari terbit, satu kali siang satu kali malam. Setiap perubahan itu juga mengubah tanggal di kalender kita. Hari ini tanggal 18 Maret 2008 misalnya, maka setelah 24 kali jarum pendek arloji berputar, tanggal di kalender itu otomatis berganti ke tanggal 19 Maret 2008.
24 kali jarum pendek arloji kita berputar selama tujuh kali pergantian siang dan malam menghasilkan rentangan waktu yang biasa kita sebut sepekan atau seminggu. Empat kali minggu akan mengubah nama bulan di kalender kita dari Maret ke April dan selanjutnya. Makin lama makin besar, setelah 12 bulan maka genaplah satu tahun yang ekuivalen dengan sekitar 360 hari.
Waktu berjalan amat pelan dan menjemukan sekali bila tak diisi dengan hal-hal berguna. Sekali waktu mari simak putaran jarum di arloji. Sambil naik angkot dari Air Tawar menuju kampus SMA 8 di Kayu Kalek Km 18 Koto Tangah ini, perhatikan betapa menjemukan melihat jarum detik jam tangan kita. Ia berputar begitu pelan tapi teratur. Dan itu dapat kita lihat ia bergerak mengelilingi sumbu sentrifugalnya (masih ingat berapa derajat ia berputar pada sumbuhnya secara penuh?) dengan mata telanjang. Tapi mungkin dengan menggunakan kaca pembesar saja, dapat melihat pergerakan jarum panjang arloji itu. Bahkan kalau dengan mata telanjang dia nyaris tak terlihat bergerak. Padahal ia bergerak! Dan kita pasti makin ngedumel melihat betapa ‘malas’nya si jarum pendek. Dalam hati kita mendongkol, jangan-jangan si pendek ini tak beringsut seperti si jarum panjang yang hanya bisa diintip pergerakannya dengan kaca pembesar.
Tapi ketika angkot gaul yang loudspeakernya menyentak-nyentak gendang telinga dengan musik heavy metal yang syairnya hanya sipenyanyinya yang tahu, sampai di Simpang Kayu Kalek, tak terasa mata kita tertumpu pada posisi jarum panjang yang sudah berubah. Tadi pada angka 12 kini sudah bergerak ke angka 5.
Apa sesungguhnya yang terjadi?
Kita telah ‘dibawa’ waktu selama kurang lebih 20 menit. Suasana jemu karena tidak ada yang kita kerjakan selain mendengar musik cadas dan memelototi piring arloji telah membuat waktu merangkak demikian pelannya. Dan kita hampir-hampir mengkal melihat jarum panjang yang bergerak jauh lebih pelan dari keong. Begitu juga si ‘malas’ jarum pendek. Tapi rupanya jarum panjang dan jarum pendek konsisten sekali. Mereka adalah pihak yang amat disiplin. Ada atau tidak angkot gaul, pakai lagu Peterpan atau tidak angkotnya, mobil itu ceper atau tidak, ia tak peduli. Pada saat ia harus sampai di angka 5, ia tetap sampai. Bahkan jarum panjang, jarum pendek dan jarum detik tak peduli apakah hari hujan, PR Matematika belum dibuat, SPP belum bayar, nyokap dan bokap sudah beri uang jajan atau belum, ada gempa, rumah kebanjiran dan sebagainya. Yang pasti mereka terus berputar, tak ada yang bisa dan berani mengeremnya barang sedetikpun. Tapi juga tidak ada yang sanggup mempercepat lajunya (kecuali jam tangan itu dipreteli) berputar di sumbu sentrifugal.
Kalender ukuran sedang tergantung di diding kelas salah satu ruang kelas di SMA 8 Padang. Selasa 1 April 2008 pagi saat mulai belajar, halaman depan kalender itu dicopot oleh seorang siswa. Tak ada yang berani menghentikannya, termasuk guru yang sudah berada di depan kelas untuk memulai pelajaran. Yang dicopot adalah halaman depan kalender yang memuat bulan Maret. Hari itu harus dicopot lantaran Maret sudah berlalu, sekarang sudah 1 April. Artinya sudah 31 kali terjadi pergantian siang dan malam dan sudah 744 kali jarum panjang arloji berputar di sumbuhnya.
Tak berselang lama setelah itu, seorang siswi kelas II dihujani cipika-cipiki oleh teman-temannya sesama siswa. Apa pasal? Ia ulang tahun. Padahal rasanya baru ‘kemarin’ ia menerima kado-kado ulang tahun dari teman-temannya, kini sudah berulang tahun pula. Sudah bertambah pula usianya. Alangkah tak terasanya waktu berlalu. Padahal seperti riwayat jarum panjang dan jarum pendek di atas angkot tadi, kenyataannya waktu bersingut-ingsut seperti keong.
Sekarang mari kita merenung sejenak. Apa sesungguhnya yang membuat waktu kadang terasa pelan tapi kadang tak terasa sudah berlari secepat pesawat superjet Airbus A320?
Sesungguhnya waktu adalah keajaiban dan ia adalah rahasia Illahi. Ia berjelan sekehendak Yang Maha Kuasa. Tak bisa diatur-atur kecepatannya oleh manusia. Manusia hanya bisa mengikuti waktu. Tak bisa menyamai dan mendahuluinya.
Allah bahkan banyak sekali mengungkapkan perihal waktu dalam Al Quran. Bacalah surat Al ‘Ashr, Allah berfirman: Demi Masa! Sesungguhnya manusia itu dalam merugi…
Para filsuf pun menyebut bahwa waktu adalah penting. Pepatah Inggris bebunyi: Time is Money. Islam pun mengajarkan bahwa waktu itu ibarat pedang, jika dipergunakan kita akan menang, jika tidak digunakan, waktu akan menebas kita.
Seperti cerita di atas, waktu yang tak bisa kita kendalikan itu akan menjadi amat cepat berlalu jika ia diisi dengan hal-hal yang menghasilkan atau hal-hal yang produktif. Petani akan merasa perjalanan waktu begitu pelan apabila setelah bertanam ia hanya duduk diam menanti musim panen tanpa mencoba mengisi waktunya yang tersisa dengan hal-hal yang produktif lainnya. Seorang nelayan akan merasa jemu hanya duduk di pinggir pantai memegang joran pancingnya sampai umpannya dimakan ikan.
Tapi seorang yang senantiasa bisa mengatur kehidupannya dengan baik, niscaya akan merasakan manfaatnya dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya. Lihatlah ketika kita tak terasa sudah sampai di pengujung tahun pelajaran. Yang kelas I dan II sudah harus bersiap naik ke kelas yang lebih tinggi. Sementara yang kelas III tak terasa harus menghadapi kenyataan bahwa sudah tiga tahun ‘berusaha’ mengiringi sang waktu menimba ilmu di SMA 8. Dan tiba saatnya sekarang berhitung dengan sang waktu, apakah selama tiga tahun itu sudah digunakan dengan hal-hal produktif atau hanya ‘sekolah orang sekolah kita’ atau sekedar berhura-hura ke Kayu Kalek?
Waktu tiga tahun ternyata sudah berlalu. Ada yang senantiasa terus mengiringi waktu, maka merekalah yang merasakan betapa cepatnya waktu berlalu. Mereka yang bisa mengiringi waktu dengan mengisinya bersama rangkaian kegiatan belajar yang tak putus-putus, seakan waktu tiga tahun nyaris tak cukup. Terlalu pendek masa enam semester di SMA 8 untuk bisa menguasai banyak ilmu untuk bekal hidup maupun bekal melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Seperti janji Allah, mereka yang seperti itulah yang tidak masuk dalam kategori ‘yang merugi’. Artinya mereka telah mengisi waktu dan mempergunakannya sebaik-baiknya selama tiga tahun. Insya Allah, tentu ada manfaatnya.
Tetapi mereka yang tak menggunakan waktu sebagaimana mestinya selama tiga tahun ini, maka ketika kenyataan bahwa Ujian Nasional (UN) sudah di depan mata, hanya air matalah yang jadi taruhannya jika UN itu menemui kegagalan. Sia-sia membuang masa selama tiga tahun di kampus Kayu Kalek. Kalau tak ada yang mengeluarkan air mata, maka mereka adalah orang-orang ‘nekat’ yang sudah sangat-sangat merugi, karena memang hanya bermaksud ‘menghabiskan hari’ belaka.
Kini, pada saat kalender belum diganti dari Maret ke April, dari April ke Mei, berarti masih ada waktu untuk menyesalinya. Sebelum UN di hadapan kita, maka saatnyalah bersiap diri. Sebagai anak muda, seyogyanya hari-hari memang diisi dengan aktifitas anak muda. Mau jadi anak gaul silahkan, tapi anak gaul yang berakhlak. Mau jadi anak gaul silahkan, tapi sangat paham rumus pitagoras dan integral diferensial. Silahkan jadi anak gaul kalau memang sangat mengerti dengan hukum kekekalan massa, atom, molekul, teori relativitas, energi kinetik, energi potensial, hukum listrik. Boleh gaul kalau sudah fasih menulis surat dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengerti conversation, present continous atau memahami neraca lajur, demografi dan seterusnya. Percuma jadi anak gaul tapi nggak ngerti dengan vertebrata, omnivora, culex fatigan atau anelida. Anak gaul apaan kalau nggak ngerti dengan demokrasi, trias politika, Maharaja Syailendra, Tanaman Paksa atau Dokoritzu Zyombi Tyosakai.
Masih ada waktu men!
Menjelang UN tiba, isilah dengan mematut-matut diri, sejauh apa kita sudah siap menghadapi pertempuran paling menentukan dalam hidup kita? Inilah penentuan untuk membuktikan bahwa kita bukan anak muda yang lemah yang tak tahu apa-apa. Kita bukan anak muda yang gaul di luar tapi goblok di dalam!
No comments:
Post a Comment
kalo kamoe-kamoe tertarik, kasih dong komentar....